Rabu, 07 Mei 2014

Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran



1.         Konsep dan Pelaksanaan Inovasi
Inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktik atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatuhal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Sementara, Stephen Robbins (1994) mengartikan inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa. Disini, Robbins lebih memfokuskan pada tiga hal utama, yaitu (a) gagasan baru, (b) produk dan jasa, dan (c) upaya perbaikan.
Menurut Mattew B.Miles (1973), ciri-ciri inovasi (pendidikan) adalah :
a.       Memiliki kekhasan/khusus, baik ide, program, tatanan, sistem, termasuk kemungkinan hasil yang diharapkan.
b.        Memiliki ciri atau unsur kebaruan.
c.        Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana.
d.        Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan, antara lain untuk memperbaiki suatu keadaan tertentu.

Everett M.Rogers (1983) mengartikan difusi sebagai proses untuk mengomunikasikan suatu inovasi kepada anggota suatu sistem sosial melalui saluran komunikasi tertentu dan berlangsung sepanjang waktu. Sedangkan difusi inovasi diartikan sebagai penyebarluasan gagasan inovasi tersebut melalui suatu process komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat. Dengan demikian, difusi inovasi pendidikan adalah suatu proses untuk mengomunikasikan suatu inovasi dalam bidang pendidikan kepada anggota suatu sistem sosial melalui saluran komunikasi tertentu dan berlangsung sepanjang waktu.
Berdasarkan pengertian difusi inovasi (termasuk inovasi pendidikan) di atas, maka Rogers (1983) mengemukakan empat ciri penting yang mempengaruhi difusi inovasi, yaitu (a) esensi inovasi itu sendiri, (b) saluran komunikasi, (c) waktu dan proses penerimaan, (d) sistem sosial. Dalam kaitannya dengan esensi inovasi, paling tidak ada tiga hal yang berkaitan erat, yaitu (a) teknologi, (b) informasi dan pertimbangan ketidakpastian, dan (c) reinovasi.
Saluran komunikasi dapat diklasifikasikan pada dua hal, yaitu :
a.    Komunikasi homofil, yaitu proses komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan memiliki karakteristik yang sama.
b.    Komunikasi heterofil, yaitu proses komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan memiliki karakteristik yang berbeda, baik dilihat dari sosial budaya, pendidikan, agama, atau karakteristik sosial lainnya.

Tahapan Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi :
a.          Tahap pengetahuan (knowledge)
b.         Tahap bujukan (persuation)
c.          Tahap pengambilan keputusan (decision making)
d.         Tahap implementasi (implementation)
e.          Tahap konfirmasi (confirmation)
Organisasi atau tatanan kemasyarakatan yang baik dan stabil akan mengadopsi suatu inovasi dengan mempertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut :
a.          Memiliki tujuan yang jelas.
b.         Memiliki pembagian tugas yang dideskripsikan secara jelas.
c.          Memiliki kejelasan struktur otoritas atau kewenangan.
d.         Memiliki peraturan dasar dan peraturan umum
e.          Memiliki pola hubungan informasi yang teruji

2.         Kontribusi Inovasi Dalam Pendidikan
Dalam adopsi inovasi, paling tidak ada lima kategori perbedaan individu/kelompok yang harus diperhatikan :
a.          Para pembaru/pionir/perintis (innovators)
b.         Para adopter pemula (early adopters)
c.          Para kelompok mayoritas pemula (early majority)
d.         Kelompok mayoritas akhir (late majority)
e.          Adopter akhir (late adopters)

Poensoen dalam Santoso S.Hamidjojo (1974) mengungkapkan tiga kecenderungan kontribusi dan misi difusi inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, yaitu :
a.        Difusi inovasi pendidikan cenderung mengembangkan dimensi demokratis
b.    Inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap menuju konsepsi pendidikan yang mengembangkan pola dan isi yang lebih komprehensif untuk membentuk manusia yang seutuhnya.
c.   Pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan bersifat individual menuju ke arah konsepsi pendidikan yang lebih kooperatif.
Dalam mengadopsi inovasi, ada empat tahapan yang harus dipertimbangkan :
a.          Design,
b.         Awareness-interest,
c.          Evaluation,
d.         Trial,
Dalam difusi inovasi dikenal dua ciri struktur sosial, yaitu :
a.          Existing structure
b.         New structure
Huberman dalam Ishak Abdulhak (2000) membagi sifat perubahan dalam inovasi ke dalam enam kelompok, yaitu :
a.          Penggantian (substitution)
b.         Perubahan (alternation)
c.          Penambahan (addition)
d.         Penyusunan kembali (restructuring)
e.          Penghapusan (elimination)
f.          Penguatan (reinforcement)
Faktor-faktor yang dapat menghambat proses adopsi inovasi :
a.          Mental block barriers,
b.         Hambatan budaya (culture block),
c.          Hambatan sosial (social block),

3.         Hasil Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran
a.   Contoh hasil inovasi kurikulum, antara lain : KTSP, KBK, Kurikulum 2007, Broad Based Curriculum, Kurikulum Sistem Ganda, Kurikulum Muatan Lokal, dll.
b.         Contoh hasil inovasi pembelajaran, antara lain : Brain-Based Learning, Lateral Computer Based Tutorial (LCBT), ICARE, Computer-Based Instruction, dll.

Sumber :
Tim Pengembang MKDP-Kurikulum dan Pembelajaran (2013) Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Untuk memahami materi ini lebih jauh, silahkan klik DISINI

Pendekatan Pengembangan Kurikulum



a.         Pendekatan kompetensi (competency approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ciri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan sistemik, sasaran penilaian lebih difokuskan kepada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbaharui diri (regenerative capability).
b.         Pendekatan Sistem
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, berinterelasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian ini, maka ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interdependensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan.
c.          Pendekatan Klarifikasi Nilai
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku. Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat mengemukakan pendapatnya sendiri tentang isu-isu yang merupakan konflik nilai di samping ada pendapat dari guru.
d.         Pendekatan Komprehensif
Pendekatan ini melihat, memperhatikan dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi  secara global oleh pengembang kurikulum. Selanjutnya, pengembang kurikulum menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat pendidikan, visi-misi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai. Setelah itu merancang perencanaan dan strategi pelaksanaan  guna mencapai sasaran. Dari hasil percobaan tersebut dilakukan evaluasi terhadap perencanaan sebagai bahan feedback untuk semua langkah yang telah dilakukan. Selanjutnya, dilakukan revisi dan penyempurnaan terhadap pendekatan secara keseluruhan.
e.          Pendekatan yang Berpusat Pada Masalah
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagi informasi tentang masalah-masalah, keinginan atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multi metode dan media dalam pembelajaran, sistem penilaian dan sebaginya.
f.          Pendekatan Terpadu
Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melainkan suatu totalitas yang memiliki makna sendiri. Bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu.
Dalam studi tentang kurikulum terdapat juga dua pendekatan populer, yaitu pendekatan sentralisasi dan pendekatan desentralisasi.
1.      Pendekatan sentralisasi (centrelized approach)
Pendekatan ini sering juga disebut pendekatan top-down, yaitu pendekatan dengan menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q. Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando atau  vertikal disosialisasikan dan dilaksanakan oleh institusi dibawahnya (Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, UPTD dan sekolah).
2.  Pendekatan desentralisasi (decentrelized approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth yaitu suatu pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum di tingkat sekolah, baik secara individual maupun kelompok. Semua kebijakan kurikulum tidak diatur oleh pemerintah pusat melainkan ditentukan oleh pemerintah daerah dan sekolah. 

Untuk memahami materi ini lebih jauh, silahkan klik DISINI

 http://www.4shared.com/office/_Krbgx-Pba/Pendekatan_Dalam_Pengembangan_.html

Selasa, 29 April 2014

Model Pengembangan Kurikulum



1.         The Administrative (Line-Staff) Model
           Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah model administratif, karena model ini menggunakan prosedur “garis - staf” atau garis komando “dari atas ke bawah” (top-down). Maksudnya, inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara struktural dilaksanakan di tingkat bawah. Dalam model ini, pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah (steering committee) yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan guru-guru inti. Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum, prinsip-prinsip, landasan  filosofis dan tujuan umum pendidikan.
2.   The Grass-Roots Model
           Inisiatif pengembangan kurikulum dalam model ini berada di tangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu : Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personil yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat.
3.   The Demonstration Model
           Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaharui kurikulum. Menurut Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi terdiri atas dua bentuk, yaitu :
a.       Dalam bentuk pertama yang cenderung bersifat formal, sekelompok guru diorganisasikan dalam suatu sekolah secara terpisah. Tugas mereka adalah mengembangkan proyek percobaan kurikulum.
b.      Dalam bentuk kedua dianggap kurang formal dibandingkan dengan bentuk pertama, karena guru-guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada membuat eksperimen di dalam area tertentu.
4.    Beauchamp’s System Model
           Sistem yang diformulasikan oleh G.A.Beauchamp (1975) dalam bukunya “Curriculum Theory”, 3d.ed., mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum, yaitu : (a) menentukan arena pengembangan kurikulum, (b) memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum, (c) pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum, (d) pelaksanaan kurikulum secara sistematis; dan (e) evaluasi kurikulum.
5.    Taba’s Inverted Model
           Dikatakan terbalik karena model ini merupakan cara yang lazim ditempuh secara deduktif, sehingga model ini sifatnya lebih induktif. Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakkan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.
6.    Roger’s Interpersonal Relations Model
           Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Ia berasumsi bahwa  “kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan”. Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Setiap kelompok terdiri atas 10 – 15 orang dengan seorang fasilitator atau pemimpin. Kelompok tersebut hendaknya tidak berstruktur tetapi harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan seseorang dapat berekspresi secara bebas dan ada pula kemungkinan berkomunikasi interpersonal secara luas.
7.    The Systematic Action-Research Model
           Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini ialah adanya hubungan antar manusia, organisasi sekolah dan masyarakat, dan otoritas ilmu.
           Langkah-langkah dalam model ini adalah (a) merasakan adanya sesuatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam, (b) mengiidentifikasi  faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, (c) merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya, (d) menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut, (e) melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah disusun, (f) mencari fakta secara meluas, dan (g) menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.
8.    Emerging Technical Model
           Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer. Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, selanjutnya mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit-unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya.

untuk dapat mengunduh klik DISINI


(https://docs.google.com/presentation/d/1QoxUTMzVrZvG5L_fCr3RRQjwKZE5xxRf3mkTw9GwpHg/edit#slide=id.p